Header Ads Widget

Responsive Advertisement

Ticker

6/recent/ticker-posts

Noorhalis Majid : Pilkada Banjarbaru; “Tarang Pada Siang”

Indonesia Jaya News 
(Ambin Demokrasi)

PILKADA BANJARBARU; “TARANG PADA SIANG”
Oleh: Noorhalis Majid

Siang sangat terang, apalagi bila matahari tepat di atas kepala. Tidak ada yang lebih terang dari itu. Sebab sumber cahaya ada pada matahari. Seluruh bumi, hingga seisi galaksi ini, terang oleh adanya matahari. Namun bila ada ungkapan Banjar berbunyi  “tarang pada siang”, menggambarkan terang benderangnya satu persoalan, satu perkara, satu soal, sehingga tidak perlu keraguan atau perdebatan yang membuatnya kembali redup bahkan gelap.
 
Maknanya, suatu fakta sudah terbuka dengan jelas. Tidak perlu menunggu fakta lain, karena sudah begitu jelas. Sudah tersibak, tasilak, manumpilak, berbagai hal yang sebelumnya dianggap meragukan. Sangat nampak, nahap, tidak bisa dipungkiri atau dikulimakan, tidak bisa disembunyikan, nyata sejelas-jelasnya. Hijab sudah terbuka, sudah tidak ada keraguan lagi.
 
Ungkapan ini sebuah sindiran menyangkut satu persoalan yang sudah terang benderang buktinya. Sangat jelas faktanya. Agar tidak dipersoalkan lagi atau dibikin abu-abu, sehingga menghindar dari fakta-fakta yang sudah jelas tersebut. 
 
Kenapa kebudayaan Banjar melahirkan ungkapan ini? Sebab sering kali, suatu fakta yang sudah jelas, bisa saja dibikin kabur untuk menghindari tanggungjawab atau kesalahan yang sudah dibuat. Mencari kambing hitam, maniwas, manumpalak, semata-mata untuk menghindar dari fakta-fakta atau kenyataan yang sudah terang benderang. Bila faktanya sudah nyata, maka segera bertanggungjawab, tanpa harus membuatnya menjadi kabur lagi.

Pun terhadap hasil Pilkada Banjarbaru, faktanya sudah lebih “tarang pada siang”. Bahwa warga Banjarbaru ingin Pilkada yang sebenarnya, bukan Pilkada rekayasa, yang memaksakan kehendak dan menggiring memenangkan seseorang.  Hargai hak warga menentukan pilihannya, jangan kira semua bisa dikendalikan dengan uang. Saat harga diri direndahkan, perlawanan pasti datang. 

Bila tidak ada yang menyuarakan atau bergerak melawan, jangan sesalkan kebudayaan Banjar menikam lebih tajam dengan ungkapan “tambuk sakataraan”. (nm)

Posting Komentar

0 Komentar