Catatan Forum Ambin Demokrasi
Banjar Banjir, Tenggelam 2050
Sebagaimana biasanya, ngobrol santai Forum Ambin Demokrasi sore itu, Rabu 29 Januari 2025, ditemani kudapan khas Rumah Alam Sungai Andai, membicarakan isu yang sekarang paling dirasakan warga, yaitu Banjar banjir dan ancaman tenggelam 2050. Dihadiri Muhammad Effendy, Abdul Haris Makkie, Winardi Sethiono, IBG Dharma Putra, Berry Nahdian Furqon, Siti Mauliana Harini, Pathurrahman Kurnain, Khariadi Asa, dan Noorhalis Majid.
Pembicarakan tidak lagi berfokus pada soal apa yang menyebabkan banjir terus terjadi dan berulang setiap tahun atau setiap empat tahunan. Karena semua warga sudah tahu, selain soal rob yang disebabkan perubahan iklim, juga karena berbagai aktivitas pengrusakan lingkungan berbentuk eksploitasi sumber daya, baik pertambangan maupun perkebunan besar, yang gegap gempita terus berlangsung tanpa ada kesadaran menghentikannya. Bahkan sudah merambah ke kawasan pegunungan Meratus, yang merupakan pasak dan payung bagi seluruh kehidupan Kalimantan Selatan. Suatu kenyataan yang dampaknya harus ditanggung seluruh warga tanpa kecuali.
Pembicaraan Forum Ambin Demokrasi sore itu lebih banyak mengarah pada solusi, karena bila dibiarkan apa adanya, dikarenakan semua merasa tidak berdaya, maka ancaman tenggelam 2050 pastilah suatu kenyataan, bahkan boleh jadi peristiwanya akan lebih cepat dari perkiraan tersebut.
Tidak ada cara, kecuali mau duduk bersama, berdialog mencari solusi pada semua pemerintah daerah, baik yang ada di hulu atau pun di hilir, sebab banjir sudah melewati batas-batas geografis. Gubernur harus mengambil inisiatif menghadirkan seluruh kepala daerah, khusus berbicara penanganan banjir dan antisipasi tenggelam 2050. Bila kepala daerah tidak cukup mampu memikirkannya, boleh minta bantuan para pakar dari seluruh stakeholder untuk ikut mencurahkan pikiran dan pengetahuannya dalam menjawab persoalan tersebut. Sehingga tidak perlu lagi “batitiwasan”, sebab semua pasti berkontribusi dan menanggung akibat dari perubahan iklim dan kerusakan lingkungan ini.
Balai Sungai, mungkin juga dapat menjadi satu institusi strategis yang dapat menginisiasi pertemuan tersebut, karena lembaga ini berbicara berdasarkan Manajemen DAS yang melintasi batas-batas geografis pemerintahan. Lembaga ini harus menyampaikan kepada publik, apa saja yang sudah diupayakan dan yang akan dilakukan dalam rangka mengantisipasi pontensi banjir yang lebih besar, termasuk ancaman tenggelam 2050.
Mungkin rumusan solusi juga sudah sering disampaikan para pakar, hanya saja tidak pernah ada yang serius menjalankannya. Bahwa normalisasi sungai harus dilakukan secara massif dan sungguh-sungguh. Bongkar semua bangunan yang menghalangi arus sungai, ubah bentuk jembatan yang sudah mematikan sungai, pastikan fungsi gorong-gorong, selokan dan parit agar terhubung dengan sungai. Hidupkan kembali kearifan orang Banjar tentang sungai, bahkan mitologi sungai dikaji sedemikian rupa agar menjadi logos atau pengetahuan.
Begitu juga dengan sampah, baik sampah rumah tangga atau pun industri, jangan ada lagi yang dibuang ke sungai. Bertobatlah sebenar-benar taubat, bahwa sungai bukanlah tempat sampah raksasa. Bangunan haruslah berbentuk panggung, agar di kolong rumah dan bangunan lainnya memiliki resapan. Minimalkan proyek-proyek pengurukan lahan gambut, agar kawasan resapan tidak terus berkurang.
Forum Ambin Demokrasi, sebagai bagian dari kelompok masyarakat sipil yang peduli, hanya bisa mengingatkan, menghimbau dan menyarankan, bahwa tidak ada cara kecuali bila pemerintah daerah mau duduk bersama, dan serius menangani banjir yang pasti intensitasnya terus meningkat dari waktu ke waktu. Bila pemerintah daerah tidak peduli, jangan menyesal Banjar banjir, bahkan tenggelam 2050. (nm)
0 Komentar