Banjarmasin, Indonesia Jaya News
(Ambin Demokrasi)
“KIPUH BIN ABUT” MAKAN BERGIZI GRATIS
Oleh: Noorhalis Majid
Makan Bergizi Gratis (MBG), akhirnya jadi satu dilema. Tidak diwujudkan, tapi merupakan program kampanye paling popular. Diwujudkan, nyatanya banyak sekali kendala teknis yang sangat tidak mudah.
Setelah dicoba untuk direalisasikan, muncul masalah dari hulu sampai hilir. Mulai dari anggaran yang sangat tidak mencukupi, totalnya diperkirakan 420 trilyun, dana tersedia hanya 71 trilyun. Akhirnya dibebankan pula kepada Pemda yang tidak semuanya mampu. Dimintakan bantuan kepada negara tetangga. Coba diterobos melalui dana zakat, infak dan shadaqah. Bahkan ada usul nyeleneh, memanfaatkan dana sitaan koruptor, yang berpeluang menimbulkan kontroversi baru.
Harga perporsi yang terlalu hemat, hanya Rp. 10.000, sementara menunya harus 4 sehat 5 sempurna, agar bergizi.
Sulit bagi UMKM mengerjakannya, dan kalau pun harus dikerjakan, jumlahnya mesti banyak hingga ribuan. Satu pemborong mengerjakan 25 - 40 ribu porsi, dan harus memiliki dana cadangan yang besar, karena tidak langsung dibayar.
Mengerjakan sejumlah itu, melibatkan sumber daya yang sangat banyak, dengan manajemen waktu yang ketat. Salah sedikit menyebabkan mentah, basi, bahan kurang, menunya tidak cocok, dan akhirnya berdampak bagi kesehatan anak.
Pun soal distribusi. Dengan keragaman geografis, perkotaan, perdesaan, pesisir, kepulauan. Padat penduduk, jarang penduduk, dan segala macam keragamannya, maka distibusi tidak semua dapat dijangkau pada waktu yang sudah ditentukan.
“Kipuh bin abut”, merupakan istilah kebudayaan Banjar, yang menggambarkan suatu keadaan super sibuk dengan tumpukan pekerjaan berlapis, menuntut ketenangan dan kemampuan manajemen tingkat dewa, agar semuanya bisa diatasi dengan baik.
Sepertinya, semua yang terlibat mengurusi MBG, dihinggapi “kipuh bin abut”, dan ketika semua terkuras konsentrasinya, beresiko mengabaikan masalah dan persoalan lain yang jauh lebih penting untuk ditangani.
Mestinya, hal-hal yang sudah bisa diurus oleh warga secara arif bijaksana, tidak perlu diurus negara. Sebaiknya negara hanya mengurus soal-soal besar, dalam rangka mewujudkan kesejahteraan bersama, dan itu pun bukan perkara mudah. (nm)
0 Komentar