Jakarta, Indonesia Jaya News Ditengah kecemasan global terhadap krisis iklim, pelatihan perubahan iklim kembali digelar secara global oleh The Climate Reality Project. Di Jakarta, Indonesia, ratusan peserta berkumpul pada 5 April 2025 dalam sebuah pelatihan intensif satu hari penuh. Di antara mereka, Swary Utami Dewi hadir bukan sebagai Peserta, melainkan sebagai Mentor yang membagikan kisah perjuangannya menjaga mimpi untuk bumi—mimpi yang telah ia rawat sejak 2009.
Swary pertama kali mengenal isu perubahan iklim secara mendalam pada 2009, saat mengikuti pelatihan bersama Al Gore di Melbourne. Ia menjadi bagian dari angkatan pertama Climate Leaders Indonesia. Sejak saat itu, kesadaran bahwa perubahan iklim adalah isu hidup dan mati manusia menjadi pijakan dalam setiap langkahnya.
Selama pandemi, pelatihan iklim beralih ke format daring. Swary ikut berperan sebagai Mentor dalam sesi global. Tantangannya bukan hanya pada materi, tapi juga pada adaptasi teknologi dan kenyamanan peserta lintas budaya. “Rasanya campur aduk antara gugup dan semangat,” kenangnya.
Pada 2025, Swary sempat mendaftar sebagai peserta pelatihan yang digelar di Indonesia. Namun ia justru diminta menjadi mentor. Alih-alih kecewa, ia menyambut peran tersebut dengan semangat. Bagi Swary, menjadi mentor bukan hanya tentang membagikan ilmu, tetapi tentang mendampingi perubahan.
Mejanya diisi Peserta Muda berusia 22–27 tahun, termasuk mahasiswa asing. Diskusi pun berlangsung dalam Bahasa Inggris. “Itu bukti bahwa isu iklim ini tidak punya batas negara,” ujarnya. Ia merasa terinspirasi oleh semangat anak-anak muda yang siap menjadi bagian dari solusi.
Momen pembukaan pelatihan menjadi sangat emosional ketika seluruh peserta menyanyikan Indonesia Raya tiga stanza. “Saya merinding dan hampir menangis,” katanya. Bagi Swary, membela tanah air hari ini berarti membela kehidupan rakyat dari ancaman perubahan iklim.
Perjuangan membawa isu ini ke ruang publik bukan hal mudah. Banyak tantangan datang dari pihak-pihak yang merasa nyaman dengan sistem yang eksploitatif. “Kesadaran itu seperti air sungai yang mencoba menembus batu cadas,” ujar Swary. Tapi ia percaya, air selalu menemukan jalannya.
Pelatihan kali ini mempertemukannya kembali dengan kawan-kawan dari berbagai latar belakang: lintas agama, HAM, dan aktivisme sosial. Hal ini menegaskan bahwa krisis iklim bukan isu tunggal, melainkan tantangan bersama yang membutuhkan keterlibatan lintas sektor.
Melihat antusiasme peserta muda dan kerja tim yang solid tanpa keterlibatan Event Otganizer profesional, Swary kembali yakin: mimpi untuk bumi yang lebih baik bukanlah angan. “Ini nyata, dan makin nyata karena makin banyak yang bergerak,” tutupnya dengan optimisme.
0 Komentar